Berhenti Belajar, Berhenti Mengajar (Sebuah renungan di Hari Guru)
Suatu ketika saya pernah membaca sebuah artikel mengenai guru, di bagian akhir artikel tersebut penulisnya mengutip kata-kata Prof. Komarudin Hidayat "Guru yang berhenti belajar harus berhenti mengajar". Tentu ucapan tersebut sangat beralasan karena bagaimana mungkin guru dapat mentransformasikan ilmunya jika tidak berproses meng-upgrade dirinya.
Pergeseran makna guru yang tadinya penuh dengan nilai keluhuran perlahan berganti hanya di wilayah kesejahteraan dan fungsinya semata sedangkan jika kita telisik lebih jauh diksi guru yang memiliki makna dalam bahasa sanskerta berasal dari dua suku kata yaitu Gu artinya darkness dan Ru artinya light (Wikipedia encyclopedia). Bisa kita artikan guru adalah seseorang yang menghantarkan peserta didiknya dari kegelapan menuju pencerahan dalam bahasa lain “Minadzulumati Ilan Nur”.
Seorang guru tidak cukup hanya menguasai materi dan metode pembelajaran, mereka harus memahami dan menerapkan filsafat pendidikan, teori-teori pendidikan yang telah didapatkan dan pelajari. Guru tidak hadir sekedar menjadi pengajar (transfer knowledge) semata akan tetapi harus mampu mentransfer nilai-nilai (transfer value) akhlak mulia kepada peserta didiknya, jika hanya sebagai agen penyaji materi ajar tentu "Prof. Google" lebih tahu tetapi bila nilai kehidupan yang diajarkan maka secanggih apapun teknologi mustahil menggantikan.
Tanggungjawab moral dan etika luhur harus dipegang dengan teguh sebagai guru, untuk itu menyuburkan dan memperkaya khazanah intelektualnya hendaklah dipenuhi baik pengetahuannya, kebijaksanaannya, kemampuannya memberikan pencerahan dan semangat melakukan perubahan menuju era keemasan.
Menarik diingat pandangan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dan tujuannya yang seharusnya tertanam dalam relung hati para guru, menurutnya pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Setiap anak memiliki jalannya masing-masing ).
Diakhir tulisan ini, ucapan panjang umur perjuangan dan kebajikan pantas disematkan untuk seluruh guru Bangsa ini, peringatan hari guru mari dijadikan momentum memperkaya dan meningkatkan kapasitas diri agar tidak hanya menjadi sebuah ritual formalitas semata.
Wallahu a'lam bish-shawab
Penulis : Fata Azmi
Belum ada Komentar untuk "Berhenti Belajar, Berhenti Mengajar (Sebuah renungan di Hari Guru)"
Posting Komentar